SUMBER FOTO/KAMRAD - VA SAFI’I
SURABAYA, TONGOIKALMORE.COM - “Diskusi Mengenasi Disablitas Dalam Pandangan Marxist”. Disabilitas adalah aspek dari berbagai
segi kondisi manusia, mulai dari kehilangan satu atau lebih indra, hingga
hambatan mental, fisik, ucapan dan hambatan lainnya. Masalah mobilitas yang
membutuhkan kursi roda atau alat bantu jalan atau alat bantu lainnya membuat
banyak orang tidak menggunakan fasilitas umum seperti kantor-kantor atau
toko-toko. Secara umum, kedisabilitasan seseorang menghambatnya untuk
berpartisipasi penuh di ranah sosial. Meskipun angka pastinya kurang, perkiraan
berkisar antara 15 sampai 25 persen dari populasi AS adalah disabilitast, atau
sekitar 50 juta orang (1). Sebuah
tulisan sebagai pamantik diskusi meja bundar. Disablitas di bawah Kapitalisme dan Marxisme. Oleh: Ray Elling, PhD—Profesor
Sosiologi Kesehatan, Uconn (University of Connecticut).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan, pada tahun 2011, "bahwa ada lebih dari satu miliar orang di
dunia yang hidup dengan beberapa bentuk disabilitas, di antaranya hampir 200
juta memiliki banyak kesulitan fungsional." (2. as cited in 3. p.1278)
Sebuah penelitian WHO yang penting
baru-baru ini, dengan menggunakan gabungan dari berbagai ukuran yang canggih
dari semua kedisabilitasan, yang mempelajari 49 negara dan menemukan hubungan
negatif yang kuat antara kekayaan (status ekonomi rumah tangga) dan prevalensi
kecacatan yang disesuaikan dengan usia. Di seluruh negara, negara-negara kaya
memiliki tingkat kedisabilitasan yang lebih rendah. Dan di dalam negara-negara
tersebut, orang-orang kaya memiliki lebih sedikit kedisabilitasan daripada
orang miskin. (3) Seseorang dapat mengatakan bahwa kedisabilitasan, seperti
banyak penyakit manusia lainnya, terkait persoalan kelas.
Pertanyaan yang ingin saya kemukakan dan
harapan untuk dikomentari adalah, "Bagaimana disabilitas dipahami dan
diperlakukan di bawah sistem ekonomi-politik yang berbeda?"
Tampaknya ada kelangkaan karya ilmiah yang
serius mengenai masalah ini (baca: Disabilitas dan relasinya dengan sistem
kapitalisme), walaupun ketika saya mencari di google mengenai "Marxisme
dan Disabilitas" saya menemukan beberapa hal menarik. Satu pandangan
menunjukkan bahwa melalui spesialisasi dan pembagian kerja Kapitalisme
—terhadap pekerja disabilitas— ‘melumpuhkan’ setiap pekerja disabilitas dalam
arti bahwa pekerjaan mereka biasanya pekerjaan enteng (misalnya, menjadi
masinis pemoles ujung logam dari bagian komputer berulang-ulang) sehingga
keinginan dan potensi penuh mereka tidak pernah terwujud. (4.) Maka tentu saja
ada biaya mengerikan yang disebabkan oleh penyakit dan cacat kerja (5.) yang
banyak diekspor ke daerah semi-pinggiran dan pinggiran sistem dunia kapitalis.
(6.) (7.)
Dasar kritik Marxis terhadap Kapitalisme
dan dasar perjuangan kelas adalah TEORI NILAI KERJA (8.) (9.) Semua benda atau
bahan material yang memiliki nilai di masyarakat - baik itu roti di meja
keluarga, bijih besi dalam proses ke peleburan, atau buku puisi yang siap
dipesan dari Amazon - memerlukan Tenaga kerja manusia untuk diproduksi. Tapi
kapitalis mengendalikan alat produksi dan membayar pekerja cukup untuk
kebutuhan (primer) mereka dan terkadang bahkan tidak demikian (tidak
mencukupi). Surplus tersebut terasing dari pekerja dalam bentuk keuntungan yang
memperkaya kaum kapitalis secara individu dan sebagai kelas. Pekerja dapat
meningkatkan bagian mereka melalui organisasi dan perjuangan.
Untuk mencegah atau melemahkan perjuangan
semacam itu, kelompok etnis dimainkan saling melawan (rasisme) jenis kelamin
didorong untuk saling menjatuhkan (seksisme, patriark, homofobia) dan serikat
pekerja dilarang atau dikurangi. Kekuatan Negara dalam bentuk angkatan
bersenjata dan polisi dapat digunakan dalam menghadapai perjuangan pada saat
krisis, namun senjata sehari-hari di tangan kaum kapitalis adalah media dan
instrumen penciptaan budaya, intrumen untuk melakukan kontrol dan intrumen
propaganda lainnya – apa yang disebut Gramsci sebagai "hegemoni
budaya." (10) Hari ini, deregulasi neoliberal di seluruh dunia mengenai
masalah kerja, perburuhan dan kesehatan, pengangguran dan privatisasi fungsi
publik menciptakan ketimpangan sosial yang luar biasa.
Sejarah perjuangan yang panjang telah
membawa para pekerja memiliki hak untuk berorganisasi, meskipun ini sangat
lemah di AS dan bahkan lebih lemah lagi di negara-negara miskin, dibandingkan
dengan Swedia dan banyak negara lainnya. (11.) (12.) Perempuan telah mencapai
hak untuk memilih, namun tetap dibayar kurang untuk pekerjaan yang setara.
(13.) Perbudakan dihapuskan dan hak-hak sipil diakui, termasuk akses ke
tempat-tempat umum seperti meja makan siang dan kotak suara sebagian besar
telah terjamin di AS (walaupun jika Anda membaca Doonesbury, Anda tahu Jim Crow
kembali di Alabama dan Texas dan intimidasi bagi para pemilih menjadi kuat
kembali). Baru-baru ini Mahkamah Agung U S mengizinkan pasangan gay bisa
menikah. Perjuangan terus berlanjut.
Apa posisi disabilitas dari semua
perjuangan ini? Mereka yang telah melihat film dokumenter PBS, "Lives
Worth Living" (14) tahu apa perjuangan yang diperlukan agar UU ADA
(Americans with Disabilities Act) disahkan. Peristiwa penting adalah protes
dari 100 orang atau lebih pengguna kursi roda di tangga Gedung U S Capitol.
Pada saat itu anggota-anggota Kongres –orang-orang, pengamat dan media melihat
bagaimana orang-orang pemberani ini jatuh terguling-guling dari kursi roda
mereka dan mulai mencoba merangkak naik ke tangga Capitol, "sudah tidak
ada harapan lagi" untuk berbicara. UU ADA sudah ada sekitar 23 tahun yang
lalu (15.) Hukum ini dan sejarahnya dan gambaran umum tentang kedisabilitasan
di Amerika Serikat berkembang dengan baik dalam Encyclopedia of Disabilities,
meskipun tidak ada yang dikatakan tentang Marxisme dan Disabilitas (16)
Perjuangan disabilitas untuk mencapai
akses dan pelibatan yang setara dan bermartabat dalam urusan masyarakat dapat
dianggap sebagai yang terbaru dalam garis panjang perjuangan untuk hak asasi
manusia. Dengan Teori Nilai Kerja di dalam pikiran, mudah untuk melihat
bagaimana kapitalisme pada tahap awal dengan kejam akan membuang orang-orang
dengan disabilitas ke tumpukan timbunan manusia. Bahkan di tahap selanjutnya,
di bawah Nazisme, orang-orang dengan disabilitas dilecehkan dan dibakar bersama
Komunis, Yahudi dan Gipsi. Saat ini, banyak kelompok-kelompok disabilitas
sering berjuang sendiri (disabbilitas netra, disabilitas rungu, disabilitas
mental, dan lainnya) meskipun beberapa Jaringan Penyandang Disabilitas yang Efektif
telah terbentuk, seperti Jaringan Penyandang Disabilitas Colorado. Hanya
sedikit jika ada orang atau kelompok penyandang cacat melihat diri mereka
sebagai bagian dari perjuangan kelas yang lebih luas untuk menggulingkan
kapitalisme, meskipun demikian, dalam kesatuan dengan orang lain yang
menghadapi diskriminasi dan eksploitasi, ada jalan menuju partisipasi penuh.
Bagaimana disabilitas di bawah Marxisme?
Ada beberapa babak yang sangat menyedihkan dalam sejarah perjuangan
"sosialis" untuk kemajuan kelas pekerja dan hasil akhirnya mengontrol
Kekuasaan Negara dan alat-alat produksi. Di Italia, Gramsci sendiri tubuh dan
tenaganya lemah dan bisa disebut disabel. Bagaimanapun, dia melawan beberapa
tulisan sesorang sosialis Italia lainnya mengenai "Pertanyaan
Selatan", terutama Lombroso dan para pengikutnya, yang mengambil pandangan
Darwinis sosial dan melihat kemiskinan di Italia Selatan terkait dengan
ketidakmampuan biologis.(17.)
Korespondensi terbaru dengan para ahli di
bidang disabilitas menunjukkan bahwa situasi mengenai orang-orang dengan
disabilitas - sikap terhadap mereka, kesempatan kerja, dan penyediaan akses dan
inklusi mereka sangat kuno dan buruk di Hong Kong yang kaya dan modern dan di
Republik Rakyat China yang kuat secara ekonomi - Meskipun sangat menarik untuk
mengetahui bahwa ketika, selama perjuangan revolusioner, anak laki-laki Deng
Xiaoping dilempar keluar dari jendela dan lumpuh seumur hidup dan perlu
menggunakan kursi roda, sikap dan tindakan Partai berubah menjadi lebih baik
namun masih jauh dari memadai. (18.) Beberapa orang akan mempertanyakan apakah
China sedang menuju Komunisme, mengingat arah neoliberalnya dalam beberapa
tahun terakhir.
Korespondensi dengan Dr. Akwasi Aidoo, CEO
Trust Africa, sebuah yayasan penting yang mendukung desa, pendidikan, dan
perkembangan lainnya, menunjukkan bahwa mungkin ada situasi yang sedikit lebih
baik di negara-negara Afrika yang lebih progresif, seperti "UU Penyandang
Disabilitas (PWD )" disahkan tahun 2006 di Ghana. Walaupun implementasinya
belum sepenuhnya, namun advokasi untuk itu terus berkembang. Secara umum, di
Afrika, situasinya buruk dan "Masih banyak pekerjaan yang harus
dilakukan." (19.)
Sebuah studi resmi WHO mengenai
negara-negara Amerika Latin dan Karibia, memberikan gambaran positif tentang
sistem kesehatan dan situasi kesehatan secara keseluruhan di Kuba dan
menunjukkan bahwa situasi disabilitas jauh lebih baik daripada di negara-negara
lain yang sebanding (20.) Perbandingan yang adil dilakukan beberapa tahun yang
lalu di Kuba dan Filipina, yang dipertimbangkan dalam Perspektif Sistem Dunia.
Kedua negara berada di bawah dominasi Spanyol dan Gereja Katolik selama 400
tahun; Kemudian berada di bawah dominasi kapitalis Amerika Serikat sampai tahun
1959, saat Kuba membebaskan diri. Sistem kesehatan dan perawatan kesehatan
berkembang jauh lebih baik setelah tahun 1959 di Kuba daripada di Filipina
(21.) Tapi akan lebih baik untuk belajar bagaimana situasi secara kontekstual
dalam pengertian etnografis yang terperinci. Untuk satu hal, pintu listrik dan
infrastruktur lain yang dibutuhkan oleh disabilitas (dan berguna untuk semua)
kemungkinan besar tidak dapat ditemukan karena blokade yang tidak manusiawi
oleh Amerika Serikat kepada Kuba, sampai sekarang, selama lebih dari 50 tahun
(22.)
Cita-cita Marxis adalah "Dari
masing-masing sesuai kemampuan mereka, untuk masing-masing sesuai dengan
kebutuhan mereka". Stalin mengubah ini menjadi: "masing-masing sesuai
dengan pekerjaan mereka" - hampir tidak merupakan kemajuan atas konsepsi
kapitalis. Pertanyaan tentang kecacatan dalam teori Marxis dan praksis
tampaknya sebagian besar belum berkembang. Kuba dikenal memiliki sejumlah
sekolah khusus berkualitas tinggi untuk mendidik anak-anak penderita autisme
dan disleksia. Apakah ini strategi "terpisah tapi sama"? Singkatnya,
beberapa pemikiran dan tindakan serius diminta untuk sepenuhnya mencakup semua
orang dalam proyek perbaikan manusia.
Kesimpulannya, disarankan agar kebaikan
masyarakat manusia dapat dinilai, sesuai dengan tingkat sumber daya yang ada,
sesuai dengan seberapa baik mereka menyediakan akses dan pelibatan penyandang
disabilitas didalamnya.
Sumber Data:
Editor: Kevin Meno
Natkime
Tidak ada komentar:
Posting Komentar